Momentum Hari Pahlawan menjadi momentum kebangkitan suporter sepakbola Indonesia. Serentak di 15 kota, Sabtu dan Minggu (10 dan 11 November 2012), para suporter berbagai klub ini melakukan aksi dukungan untuk tim nasional yang berlaga di Piala AFF.
Kota-kota yang menjadi ajang aksi antara lain Semarang, Solo, Surabaya, Bojonegoro, Jakarta, Denpasar, Karawang, dan lain-lain. Mereka bergerak berdasarkan inisiatif masing-masing kota, dan tidak lagi mengenal istilah suporter pelopor dan pengekor. Semua bergerak sejajar dan setara. "Tanpa ada komando, tiap-tiap kota melakukan aksi," kata Yuli Isnandar, salah satu anggota Pasoepati, suporter Persis Solo.
Ada dua jenis aksi di masing-masing kota. Di sejumlah kota, suporter melakukan aksi penggalangan dana untuk timnas. Sementara di kota lainnya, suporter melakukan aksi penggalangan dukungan tanda tangan di atas spanduk.
"Hari Sabtu dan Minggu kemarin mungkin bisa dikatakan hari bersejarah untuk pendukung timnas Indonesia. Bagaimana selama ini kita terpecah-belah, tetapi saat ini kami benar-benar buktikan, segala tudingan miring dan nyinyiran pihak-pihak yang tak suka Indonesia berprestasi dengan aksi nyata yang sungguh masif," kata Helmi Atmaja, suporter PSIS Semarang.
Dalam pandangan para suporter ini, federasi bisa saja terpecah. Saat ini, PSSI berseteru dengan Komisi Penyelamat Sepakbola Indonesia (KPSI). Namun, timnas tidak boleh diganggu gugat. Menurut Helmi, timnas tetaplah timnas. "Tak ada Timnas PSSI, tak ada pula Timnas KPSI. Yang ada hanyalah satu Tim Nasional Indonesia," katanya.
Jika merunut sejarah gerakan suporter Indonesia, sikap seperti ini sebenarnya bukan hal asing. Saat Nurdin Halid menjadi ketua umum PSSI, para suporter habis-habisa melakukan perlawanan dan demonstrasi. Namun, ketidaksukaan terhadap federasi sepakbola saat itu, tak mengendurkan semangat untuk mendukung timnas.
Tak heran, jika kemudian saat timnas dalam kondisi terpuruk seperti saat ini, para suporter kembali bergerak. "Ada rasa keprihatinan. Masyarakat tahu timnas diserang habis-habisan," kata Arya Nugraha, salah satu Bonek, suporter Persebaya Surabaya.
Di Solo, para suporter membawa jersey raksasa timnas berwarna merah dengan tulisan 'Never Surrender'. Jersey ini pernah dipajang di Gelora Bung Tomo, Surabaya, saat Timnas berhadapan dengan Vietnam. Di Pantai Kuta Bali, sejumlah turis bule pun dimintai tanda tangan dukungan terhadap timnas di atas spanduk.
Di Surabaya, para suporter berbaur dengan warga melakukan aksi jalan kaki dan membawa konfigurasi huruf besar 'Indonesia' dan menyalakan cerawat (flare). Aksi penggalangan tanda tangan di atas spanduk 'Dari Surabaya untuk Indonesia' diikuti antusias oleh warga Surabaya dari berbagai kalangan, termasuk kalangan etnis Tionghoa yang tak begitu akrab dengan urusan sepakbola.
"Dukungan yang mengalir dari berbagai pihak seakan membuktikan, bahwa masih banyak anak bangsa yang peduli kondisi Timnas Indonesia saat ini. Bagaimanapun banyak oknum yang selalu ingin membuat sekat-sekat di antara kita (suporter), pada kenyataannya hal tersebut tak berhasil," kata Helmi.
Kendati tanpa komando kelompok suporter tertentu yang mengatasnamakan diri pelopor, ternyata aksi di berbagai kota berjalan meriah. Menurut Yuli, mereka hanya disatukan oleh kesamaan visi: mendukung timnas juara Piala AFF untuk kali pertama.
Ini berbeda dengan aksi suporter di masa PSSI masih diketuai Nurdin Halid. Saat itu mereka disatukan kesamaan musuh: kepengurusan PSSI Nurdin Halid. Gerakan pun seperti tersentral di kelompok-kelompok suporter tertentu, sehingga ada dikotomi suporter pelopor dan tidak.
Helmi menilai, suporter sepakbola memang bisa melakukan kontrol sosial tanpa harus digerakkan atau diperintah. "Suporter adalah bagian yang independen dari sebuah tim sepakbola. Setiap warga negara berhak untuk berserikat serta mengemukakan pendapatnya. Tak perlu ada pelopor atau penggerak, karena kondisi terbaru yang mengharuskan Suporter Indonesia melakukan kontrol sosial," katanya.
"Kekuatannya terletak pada kepercayaan dan dukungan di tiap daerah. Dengan adanya aksi-aksi seperti ini, bisa mengubah cara pandang masyarakat tentang timnas mana yang harus didukung," tambah Yuli.
Gerakan suporter serentak tanpa pemimpin dan komando saat ini bukannya tanpa kelemahan. Yuli menilai, perlu ada koordinasi dan penyamaan persepsi aksi. Suporter juga perlu tetap fokus pada 'gerakan dukung timnas'. "Kita harus mendukung penuh timnas yang berlaga di AFF Cup, karena merekalah pahlawan yang sebenarnya. Fokus untuk mendukung timnas ini jangan sampai terpecah dengan kejadian-kejadian yang merusak konsentrasi dukungan kita." katanya.
Dan para suporter pun akan terus bergerak. Menyalakan cerawat, mengibarkan bendera raksasa bergambar Bung Tomo bertuliskan 'You'll Never Walk Alone', sembari bernyanyi:
Garuda di dadaku
Garuda kebanggaanku
Ku yakin hari ini pasti menang.
No comments:
Post a Comment